KUMPULAN MAKALAH EKONOMI SYARI'AH (STAI) NATUNA

Sabtu, 27 Oktober 2012

Natuna, Dari Biaya Hidup yang Tinggi Hingga Kota Modern di Atas Laut.

   Jika ada pertanyaan tentang sebuah pulau di Indonesia yang diapit oleh negara lain, jawabannya adalah Natuna. Posisi Kepulauan Natuna yang berada tepat ditengah-tengah antara Malaysia Barat dan Timur memang bisa membuat orang terkecoh dan mengira bahwa Natuna adalah bagian dari Malaysia jika melihatnya pada sebuah peta yang tidak memiliki petunjuk garis batas.
Natuna adalah salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Merupakan kabupaten yang jaraknya paling jauh dari ibukota Provinsi Kepri, Tanjungpinang. Bahkan dua kecamatannya yang tergabung dalam sebuah Pulau Serasan jaraknya justru lebih dekat ke Pontianak, Kalimantan Barat yaitu sekitar 8 jam perjalanan dengan menggunakan kapal laut, dibandingkan dengan induk kotanya sendiri, Tanjungpinang, yang berjarak sekitar dua hari dua malam dengan kapal laut.
Ibukota Natuna adalah Ranai. Yaitu sebuah kota yang masih terdapat dalam wilayah Kepulauan Natuna Besar yang dikenal dengan nama Bunguran. Di pulau terbesar di Natuna ini terdapat 6 wilayah kecamatan. Mulai dari Bunguran Timur, Barat, Selatan, Utara, Tengah, hingga Timur Laut. Kota Ranai posisinya tepat berada di pinggir laut. Dan tahukah anda bahwa laut tersebut merupakan laut lepas. Mengerikan memang. Tapi sebuah gunung yang berjarak cukup dekat dari laut, tidak lebih dari 5 kilometer, seakan meleburkan rasa takut terhadap laut lepas tersebut. Sungguh Maha Adil Allah SWT.
Posisi Natuna ibarat titik dalam sebuah lingkaran. Jaraknya cukup jauh dengan pulau-pulau besar yang berada di seberang. Seperti Malaysia di Timur dan Barat, Vietnam di bagian utara, dan Pulau Batam yang terdapat di bagian selatan. Namun transportasi di Natuna saat ini sudah cukup memudahkan bagi siapa saja yang hendak masuk atau keluar dari pulau yang memiliki 12 wilayah kecamatan ini.
Beberapa pesawat sudah mulai beroperasi di Natuna walau bandara yang digunakan masih meminjam milik TNI AU. Hampir setiap hari beberapa pesawat tampak keluar masuk menghiasi langit Natuna. Sementara untuk transportasi laut terdapat beberapa kapal besar yang mampir ke pulau ini. Seperti Kapal Bukit Raya milik Pelni, Sabuk Nusantara, dan Kapal Perintis. Kapal-kapal tersebut menyinggahi Natuna setiap seminggu sekali dengan jadwal yang berbeda antara satu sama lain.
Tahun 2012 ini, Natuna mulai mengoperasikan angkutan umum berjenis carry berwarna kuning yang beroperasi di Kota Ranai. Angkutan umum ini baru saja mulai beroperasi yaitu seminggu setelah lebaran tahun 1433 H. Sebelumnya di kota ini memang belum terdapat angkutan umum dalam kota. Hanya ada angkutan antar kecamatan berjarak jauh saja yang berbentuk minibus. Minibus ini hanya melayani bagi penumpang yang ingin ke Desa Batubi, Selat Lampa, dan Pengadah. Minibus yang disubsidi oleh pemerintah setempat tersebut masih beroperasi hingga saat ini. Tarifnya Rp.10.000 untuk semua tujuan.
Bagi pendatang atau wisatawan yang berkunjung ke Natuna memang lebih disarankan untuk menyewa sepeda motor dibandingkan dengan menaiki minibus. Tarif sewa motor yang cukup terjangkau, yaitu berkisar 50.000 s.d 70.000 per hari, memang terbilang cukup hemat karena bisa menentukan sendiri tempat yang akan dituju tanpa harus mengikuti aturan rute seperti menaiki minibus.
Banyak penginapan yang tersebar disetiap sudut Kota Ranai. Walau belum memiliki hotel berbintang, namun fasilitas yang tersedia sudah memenuhi standar sebuah penginapan. Sebagian besar penginapan disini merupakan bangunan kayu yang bertingkat dua. Jika dilihat dari luar, bentuk bangunan tersebut terkesan mungil. Standar tarif penginapan berkisar antara 50.000 hingga 200.000 per malamnya. Namun ada juga penginapan yang menyerupai rumah kos dengan fasilitas spring bed yang dipatok dengan harga 25.000 per malam.
Bagi yang ingin berjalan-jalan pada malam hari bisa memilih kedai kopi atau warung makan lainnya yang menjamur dimana-mana sebagai tempat berkumpul. Namun jika ingin mengunjungi suatu kafe sebaiknya bertanya dulu tentang keadaan kafe tersebut. Karena hampir sebagian besar kafe disini memiliki kesan negatif dimata masyarakat setempat. Bentuk kafe disini tidak seperti kafe pada umumnya. Lokasinya di lapangan terbuka beratapkan langit mirip oodcourt atau pujasera di Kota Batam.
Perjalanan ke Natuna akan terasa kurang lengkap jika belum berkunjung ke sebuah bangunan menarik yang menjadi landmark kota ini. Bangunan tersebut adalah Masjid Agung, yang memiliki kubah bercorak cukup unik yang didominasi warna hijau. Posisi masjid ini berada tepat dipinggir sebuah jalan raya. Namun untuk memasukinya harus menempuh jarak sekitar satu kilometer dari pintu gerbang hingga menuju masjid tersebut.
Bagi yang baru pertama kali mengunjungi Natuna ada baiknya untuk mempersiapkan uang lebih atau berhemat selama di Natuna. Biaya hidup yang cukup tinggi akan membuat berpikir dua kali untuk membelanjakan uang yang ada. Barang-barang disini lebih mahal dua kali lipat dibandingkan dengan Batam atau bahkan Jakarta. Sulitnya transportasi menjadi faktor tingginya harga kebutuhan pokok disini. Memang tidak semua barang memiliki harga dua kali lipat dari biasanya. Namun ada juga beberapa produk yang lebih mahal sekitar 50 persen dari harga normal. Jika anda penggemar durian dan ingin membelinya 3 buah, sediakan saja uang 100 ribu untuk memndapatkannya.
Natuna memiliki laut yang indah. Hampir semua laut yang mengelilingi pulau ini memiliki air laut yang jernih. Tetapi jika ingin melihat keelokan terumbu karang datang saja ke Pulau Tiga yang merupakan gugusan 3 pulau yang terdapat di seberang Selat Lampa. Selat Lampa masih merupakan satu wilayah daratan dengan Ranai. Tetapi untuk menuju ke Selat Lampa dari Ranai membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam perjalanan menggunakan mobil.
Jika telah puas mengelilingi wilayah di Pulau Natuna Besar, tidak ada salahnya untuk sedikit menyebrangi laut menuju Pulau Sedanau. Pulau ini merupakan pulau paling maju di Natuna. Merupakan ibukota dari Kecamatan Bunguran Barat. Untuk menuju ke pulau ini harus melalui Desa Binjai yang dapat ditempuh sekitar 30 menit menggunakan feri dengan tarif 36.000 sekali jalan. Desa Binjai masih terhubung daratan dengan Ranai. Jarak dari Ranai ke Desa Binjai dapat ditempuh sekitar 45 menit menggunakan mobil.
Berkunjung ke Pulau Sedanau seperti merasakan sensasi sebuah kota modern di atas laut. Walau sebagian besar wilayahnya beralaskan laut namun jalanan disini sudah dilapisi aspal sehingga tidak sedikit kendaraan roda dua yang berlalu lalang diatasnya. Perumahan di pulau ini walau menggunakan bahan kayu namun tertata rapi dan memiliki beragam warna di setiap rumahnya. Kerukunan beragama di pulau ini terlihat dari bangunan tempat ibadah seperti Masjid, Gereja, dan Vihara yang jaraknya berdekatan. Tempat-tempat ibadah tersebut memiliki arsitektur yang cukup unik dan menarik. Sungguh kreatif warga di pulau ini.
Jika ingin mencicipi makanan khas Natuna yaitu Kernas dan Lempa tidak begitu sulit untuk menemukannya. Makanan ini lebih banyak dijual di lokasi dekat pantai. Kernas adalah semacam gorengan namun berwana hitam yang terbuat dari ikan tongkol. Untuk memakannya akan lebih nikmat jika dicocol dengan sambal yang sudah disediakan satu paket pada saat  membelinya. Sedangkan Lempa adalah makanan yang terbuat dari beras pulut. Rasanya hampir tidak jauh berbeda dengan Lemper. Namun isinya merupakan olahan dari ikan tongkol.

Jumat, 26 Oktober 2012

Melihat Masjid AGUNG Ranai



"Dulu, masjid Jamik ini tidak hanya pusat beribadah tapi juga tempat pertemuan masyarakat atau menyelesaikan perkara yang terjadi di Ranai. Saat Bung Hatta datang ke Natuna, dia juga singgah di Masjid Ranai"
 
      Berkunjung ke Ranai, ibukota Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, tanpa tidak singgah di Masjid Jamik Ranai, seseorang akan kehilangan salah satu jejak sejarah Natuna.

Masjid yang berada di perempatan Jalan Soekarno Hatta dengan Jalan Wan Muhammad Benteng itu dibangun setelah kemerdekaan Republik Indonesia oleh seorang tokoh masyarakat setempat, Wan Muhammad Benteng, yang bergelar Datuk Kaya Bunguran Timur.

Awal mulanya masjid ini dibangun terbuat dari kayu dan merupakan satu-satunya masjid yang ada di Ranai, yang kala itu masih amat sunyi dan masih berstatus kewedanaan (Ranai, ibukota kewedaan Pulau Tujuh) dengan penduduk hanya beberapa orang saja.

Kampung Ranai berada di Pulau Bungguran, pulau terbesar di wilayah Natuna. Natuna dulunya lebih dikenal sebagai wilayah Pulau Tujuh yakni pulau-pulau yang berada di perairan Laut China Selatan di antaranya Pulau Jemaja, Siantan, Midai, Bunguran Barat, Bunguran Timur, Serasan dan Tambelan.

Sebagai satu-satunya masjid yang menjadi tempat singgah para saudagar atau pedagang keliling dan pelaut, Masjid Jamik memegang peran penting baik sebagai pusat penyebaran Islam maupun aktivitas kemasyarakatan. Imam pertama di masjid tersebut adalah Ustad Abu Bakar yang merupakan seorang ulama dari Singapura.

"Dulu, masjid Jamik ini tidak hanya pusat beribadah tapi juga tempat pertemuan masyarakat atau menyelesaikan perkara yang terjadi di Ranai. Saat Bung Hatta datang ke Natuna, dia juga singgah di Masjid Ranai," ujar H. Wan Suhardi, ketua Pengurus Masjid Jamik.

Seingat dia, Bung Hatta datang ke Ranai melalui Pelabuhan Penagih, sebuah perkampungan yang kala itu merupakan pusat perdagangan di Ranai, dan kini hanyalah sebuah kampung yang telah ditinggalkan penduduknya.

Kehadiran Bung Hatta di masjid tersebut sangat menarik perhatian masyarakat, bahkan masyarakat yang berada di ceruk-ceruk kampung di Pulau Bungguran dan pulau-pulau kecil lainnya datang dan memadati masjid Jamik.

"Penuh sesak orang datang ke masjid. Waktu itu saya masih kecil. Seingat saya, masjid itu pagarnya dulu dari rantai kapal. Besar-besar rantai besinya," katanya.

Selain berkunjung ke Ranai, Bung Hatta juga berkunjung ke Midai, sebuah pulau di Natuna yang terkenal sebagai penghasil cengkeh.

Suhardi yang juga cucu dari Wan Muhammad Benteng mengungkapkan, masjid yang dulunya berhalaman luas itu dibangun dengan cara gotong royong dengan pondasi dari batu laut.

"Dari cerita ayah saya, kala itu jika ada warga (laki-laki) yang tidak shalat Jumat, maka kakek saya menghukum mereka dengan mengambil batu laut untuk dijadikan pondasi masjid," ujar Suhardi.

Walaupun bangunan masjid berpondasikan batu laut, namun dindingnya terbuat dari kayu bulian dan beratap model limas dengan satu kubah.

Tahun 1982, masjid kayu tersebut diubah dengan bangunan batu, namun kusen yang terbuat dari kayu bulian tetap dipertahankan, begitu juga model atapnya dan ukuran masjid pun tetap, yakni 17 x 17 meter persegi.

Menurut mantan penyiar RRI Ranai ini, luasan lantai masjid tersebut menggambarkan jumlah rakaat shalat lima waktu yang dapat menampung sekitar seribu jamaah hingga ke beranda masjid.

Walau bangunan masjid dari kayu telah berganti dengan batu, namun pihaknya sebagai pengurus tidak bisa begitu saja membesarkan ruangan masjid agar dapat menampung jamaah lebih ramai, karena ada pesan tidak tertulis dari pendirinya bahwa masjid boleh diperbesar.

"Pesan dari orang tua kami seperti itu masjid boleh saja diperlebar tapi mimbar tidak boleh dipindahkan. Akibatnya sampai sekarang masjid ukurannya tetap lagi pula halamannya yang dulu luas kini telah termakan pula untuk jalan umum," katanya.

Selain halaman luas yang telah hilang akibat perombakan bangunan masjid dan makin terjepitnya lokasi masjid oleh pertokoan dan rumah warga, yang juga ikut hilang adalah jam matahari yang berada di sisi selatan masjid.

Jam matahari yang berukuran tinggi sehasta itu dulunya terpancang di halaman samping masjid dan dipagari kayu. Jam seperti menara mini itu ujungnya terbuat dari paku panjang.

"Saat awal dibangun dulu, mana ada jam dinding, untuk mengetahui masuknya waktu shalat, jam matahari itulah yang memandu bilal mengumandangkan azan zuhur, ashar atau magrib," katanya.

Ia mengungkapkan, jejak sejarah lain yang hilang dari bagian masjid adalah pagar rantai kapal yang dulu mengelilingi bangunan halamna masjid.

"Sekarang orang sudah ramai, beda dengan dulu masih sunyi, lagi pula zaman sekarang besi sangat laku, itu mungkin yang menyebabkan ikut hilangnya pagar rantai besi," ujar Suhardi.

Ia mengaku, sejak 2005, sepulang dari haji, ia menjadi pengurus masjid yang dulunya dibangun oleh kakeknya itu.

Walau, masjid lain terus dibangun seiring dengan makin ramainya penghuni Pulau Bunguran dan Ranai menjadi ibukota Kabupaten Natuna, namun Masjid Jamik Ranai tetap dipadati jamaah apatah lagi di bulan puasa ini.

Saban bulan puasa, pihak masjid menyiapkan makanan untuk berbuka bagi masyarakat yang beribadah di masjid tua nan bersejarah tersebut.
 

Pantai Tebung Serasan

     Pulau serasan menyimpan keindahan alam yang begitu mempesona, pulau yang jaraknya lebih dekat dengan Kalimantan Barat dan batas negara Malaysia timur (Serawak) ini memiliki segudang potensi wisata alam yang masih alami, terutama potensi wisata pantai yang sungguh luar biasa dibandingkan dengan pantai-pantai lain seperti pantai tanjung, pantai cemaga, Pulau Senoa dan lain sebagainya yang ada di Kabupaten Natuna.


     Kali ini penulis ingin memberi sedikit gambaran pesona pantai Tebung Serasan yang lokasi pantai ini berdampingan dengan salah satu pantai yang pernah di nobatkan sebagai pantai alami terbaik di dunia (Best Undiscovered Beach) versi majalah “Islands” edisi September 2006 yaitu Pantai Sisi. Boleh dikatakan letak pantai Tebung dan pantai Sisi hampir menyatu, hanya saja kedua pantai ini dipisahi oleh anak sungai kecil. Yang menarik dari pantai tebung adalah saat sore hari kita bisa menikmati matahari terbenam di ujung pantai Sisi.




   Untuk mengunjungi pantai Tebung ini kita bisa menggunakan kendaraan roda dua melewati jalan yang masih dalam tahap pengerasan, waktu tempuh dari titik pintu masuk pantai sisi menuju pantai Tebung memakan waktu ± 15 menit. Dalam perjalan menuju pantai Tebung kita di suguhi pemandangan pantai Sisi yang terbentang luas dengan ombak pantai yang menghempas dibibir pantai. Pantai tebung memang tidak sepajang pantai sisi, namun pantai ini sungguh lebar sekali dan saat penulis mengunjungi pantai ini airnya begitu tenang seperti air dalam kolam dan pasirnya begitu putih dan bersih.
Saat ini pantai sisi dan pantai tebung hanya dikunjungi oleh penduduk setempat saja di saat hari libur atau sore hari, kedua pantai ini belum menjadi tempat tujuan wisata seperti lokasi wisata daerah-daerah lain. Tidak ada hotel atau restoran mewah di lokasi pantai ini, yang ada hanya satu buah pondok kecil dekat jalan masuk pantai sisi yang menyediakan makanan dan minuman ringan saja. Pengunjung bisa mencicipi makanan khas setempat sambil menikmati segarnya udara pantai seperti “Bubur Lebe” yang rasanya pedas.

Zaharuddin "Deng" Zainuddin Pemburu Peninggalan Sejarah

      Berbekal kebetulan saat masih duduk di bangku SMP, Zaharuddin Zainuddin (40), kini menjadi salah satu pemburu sekaligus penjaga barang-barang peninggalan sejarah yang tersebar di Kepulauan Natuna. "Mimpi saya, suatu saat ada Museum di Natuna yang menjadi kebanggaan karena menjadi tujuan wisata sejarah di dunia."
Meski belum memenuhi standar sebagai museum, bangunan rumah permanen, yang dijadikan sebagai Museum Sri Srindit, di Jalan Tok Ilok, Ranai Barat, Natuna, berisi ribuan jenis barang peninggalan sejarah, khususnya yang berasal dari China. Mulai dari guci besar, cerek tempat air, mangkuk, piring, dengan berbagai ukuran ada di museum ini. Mulai dari yang tersusun rapi dalam rak-rak kaca sederhana, sampai yang dibiarkan terhampar di dalam guci besar, atau di lantai dalam salah satu kamar.

"Memang belum layak, namun kalau tidak dimulai, usaha untuk mempertahan kan peninggalan sejarah ini, tidak akan pernah terwujud," ujar Zaharuddin Zainuddin, saat ditemui di museum Sri Srindit, yang sekaligus menjadi rumah tempat tinggalnya sekeluarga.

Pergaulan "Deng", begitu Zaharuddin biasa disapa, dengan barang-barang peninggalan sejarah, sudah dimulai sejak masih duduk di bangku SMP, tahun 80-an. Saat itu, beberapa kali, anak pertama dari tiga bersaudara itu, menemukan barang-barang keramik di pinggiran sungai di Ranai. Setelah dijual ternyata bisa menghasilkan uang yang cukup lumayan, untuk ukuran anak SMP pada saat itu. "Bisa disebut, karena barang-barang itulah, saya bisa terus bersekolah," kata putra pasangan Syamsuddin dan Zahara ini. Namun pergaulan itu terputus, ketika Deng duduk di bangku SMA, sampai kemudian meneruskan kuliah ke FKIP UNRI di Pekanbaru.

Museum SRI Srindit

Baru pada tahun 2008, setelah melewati berbagai pekerjaan, usai menyelesaikan kuliahnya, Deng memberanikan diri mendirikan LSM Lekas (Lembaga Kajian Sejarah Natuna) sekaligus mendirikan Museum Sri Srindit. "Penjarahan harta peninggalan sejarah yang selama ini terjadi harus diatasi. Kalau tidak akan terbawa keluar Natuna semuanya," kata Deng.

Dari sanalah Deng, kemudian mengumpulkan barang-barang peninggalan sejarah dari berbagai dinasti China, yang terpendam di Natuna. Ia menghubungi warga masyarakat di berbagai pulau, yang selama ini dijadikan pemburu oleh para kolektor barang antik, agar bersedia memberikan barang temuan mereka kepada Deng, dengan imbalan. Mereka menyambut upaya Deng, karena pengelola museum Sri Srindit ini, di samping putra daerah asli, juga tidak hanya memberi imbalan atas barang-barang yang masih bagus dan lengkap, tetapi juga barang pecah atau sudah berbentuk kepingan-kepingan.

Menurut Deng, sulit diprediksi jumlah barang-barang peninggalan sejarah yang ada di Natuna, baik yang masih tertanam di daratan, maupun di kedalama laut, di kapal-kapal yang karam di sekitar laut China Selatan. Karena itu, Deng yakin, kepulauan Natuna di masa lalu, merupakan salah satu pusat perdagangan penting di jalur laut China Selatan, layaknya keberadaan Singapura saat ini. Sebab di hampir setiap pulau bisa ditemukan barang-barang peninggalan sejarah. Mulai dari dinasti Tang, Song, Yuan, sampai dinasti Ming. Ini bisa dibuktikan dari sejumlah temuan yang kini tersimpan di museum Sri Srindit.

Setidaknya, ada tiga kategori, barang-barang yang ditemukan. Yang pertama, barang yang sengaja ditanam, layaknya harta karun terpendam, kedua, barang-barang yang tertanam secara berserakan, diduga tertanam akibat sebuah peristiwa, dan ketiga, barang-barang kubur atau barang-barang yang disertakan bersama penguburan orang yang meninggal dunia, sesuai tradisi masyarakat China di masa lalu.

"Barang-barang bersejarah itu, sudah diburu sejak awal 80-an, dan sampai saat ini masih terus ditemukan di berbagai tempat. Jadi bisa dibayangkan banyaknya harta karun di kepulauan Natuna ini," jelas Deng. Karena itu, Deng yakin, mimpinya, tentang sebuah museum sejarah yang memiliki daya tarik dunia, akan terwujud di Natuna. Deng pun berniat, satu saat seluruh hasil temuannya yang kini tersimpan di museum Sri Srindit, akan diserahkan ke Pemerintah Daerah Natuna, jika memang sudah tersedia fasilitas yang memadai dan tenaga pengelola yang profesional.

Semangat Deng untuk terus berburu harta peninggalan sejarah, makin kuat dengan adanya dukungan dana dari Pemerintah Kabupaten Natuna. Kini hampir sebagian besar waktunya, adalah mengurusi museum Sri Srindit. "Mimpi saya, satu saat Natuna akan menjadi pusat kunjungan wisata sejarah, karena memiliki museum sejarah yang membanggakan di dunia," tegas ayah 4 orang anak ini. *** (Syaiful Anwar Lubis)

Pulau Kambing_Natuna

Pulau Kambing
Pada libur panjang menjelang perayaan imlek saya mencoba menikmati ritual wisata ke Pulau Kambing. Letak Pulau Kambing ini berada di Kecamatan Bunguran Timur Laut Kabupaten Natuna. Sebenarnya tempat ini bukanlah sebuah pulau yang tersendiri hingga di namakan Pulau, hanya saja daratan yang dipisahkan oleh sungai.

    Pada tahun 2003 s/d 2005 tempat ini termasuk tempat rekreasi yang sering di kunjungi masyarakat Natuna. Namun saat ini Pulau Kambing sudah jarang dikunjungi, hal ini di sebabkan beberapa faktor yaitu:
  1. Letaknya terlalu jauh, Jarak tempuh menuju Pulau Kambing dengan menggunakan kendaraan roda dua atau empat memakan waktu ± 1 jam/60km dari kota Ranai.
  2. Pulau kambing searah dengan pantai tanjung yang relatif lebih dekat.
  3. Walau jalan raya saat ini sudah beraspal namun untuk pintu masuk Pulau kambing anda harus melewati jalan yang rusak parah dimana medan yang berpasir menyebabkan sulitnya kendaraan roda dua melewati jalan tersebut.
  4. Pantainya kurang bersih, hal ini di sebabkan sampah laut yang naik dibibir pantai.
  5. Sepi atau jauh dari rumah penduduk.
Pada tahun 2008 yang lalu pulau kambing pernah di lirik oleh investor asing untuk di jadikan tempat wisata seperti dibangunnya resort dan perhotelan namun sayang rencana tersebut tidak terealisasi. Padahal Dari pihak Pemda Kab. Natuna bersedia memberi kemudahan perizinan dan menyiapkan lahan untuk pembangunan tersebut.

Pesona Alam Natuna Pemikat Dunia


Kabupaten Natuna, merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau. Natuna merupakan wilayah kepulauan paling utara di Selat Karimata di sebelah utara, Natuna berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja, sedangkan di Selatan, Natuna berbatasan dengan Sumatera Selatan dan Jambi. Untuk sebelah Barat, Natuna berbatasan dengan Singapura, Malaysia. Dan bagian Timur berbatasan dengan Malaysia Timur dan Kalimantan Barat.
Selama ini, Natuna yang berada pada jalur pelayaran Internasional dikenal sebagai penghasil Minyak dan Gas. Namun, Natuna, tidak hanya menyimpan hasil bumi, karena banyak tempat dapat dijadikan daerah kunjungan wisata, dengan pesona alam pantai dan laut, serta pulau-pulau yang indah untuk dikunjungi.


Sebut saja, pantai Sisi Serasan yang terletak di Kecamatan Serasan. Memang, sepintas bila kita melihat di Peta, lokasinya berdekatan dengan Kalimantan Barat, dan dekat dengan perbatasan Malaysia bagian Timur atau Serawak.
Dari Ranai, ibukota Kabupaten Natuna, untuk menuju Serasan, maka kita harus menempuh perjalanan laut. Biasanya masyarakat sekitar menaiki KM Bukit Raya milik PT.Pelni, yang memang rutin melayari perjalanan dari Ranai ke Serasan. Dengan KM.Bukit Raya, waktu tempuh Ranai Serasan memakan waktu 10 - 11 jam perjalanan.
Pantai Sisi, memiliki panjang sekitar 7 KM dengan hamparan pasir putih berkilauan. Pantai ini terbentang dari Entebung Kampung Payak sampai Teluk Resak Kampung Jermalik. Untuk mencapai kawasan pantai dapat melalui Entebung atau melewati Engkalan, Kampung Genting.


Setiap sore, pantai ini ramai dikunjungi. Tidak saja oleh kalangan muda yang datang untuk bersantai, bahkan juga para orang tua yang datang bersama keluarga, untuk sekedar berdarma-wisata.
Untuk sarana, di lokasi pantai terdapat sebuah kafe, tempat pengunjung menikmati aneka makanan dan minuman, seraya melihat pemandangan laut lepas dan hamparan pasir putih dan desiran ombak yang menggulung, serta pemandangan sunset, sore hari.
Pantai Sisi, tidak pernah sepi. Sedari subuh, sudah terlihat aktifitas, yakni para nelayan setempat yang akan turun melaut, menangkap ikan, yang salah satunya adalah ikan Gerinsi. Pada siang hari, banyak warga yang datang ke pantai untuk menunggu para nelayan pulang melaut, untuk membeli ikan hasil tangkapan.
Menurut mantan Sekda Natuna yang kini menjadi Bupati Natuna terpilih pada Pemilukada, Februari 2011 lalu, Ilyas Sabli, yang merupakan putera kelahiran Serasan, pantai Sisi mempunyai potensi wisata yang amat besar untuk dikembangkan. Bahkan dirinya yakni, keberadaan pantai Sisi bisa menyaingi pantai-pantai terkenal di Indonesia.
Ungkapnya, dengan hamparan pasir putih sepanjang 7 KM, ditambah dengan daratan yang luas dan rata sepanjang bentangan pantai Sisi, bisa dikembangkan sarana wisata berupa bandara dan hotel berbintang. Dengan demikian, wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan pantai Sisi, tidak akan terkendala pada sarana transportasi dan akomodasi.
Lanjutnya, meski potensi wisata pantai Sisi belum benar-benar dikembangkan, akan tetapi sudah menjadi objek wisata masyarakat setempat. Biasanya, di tempat tersebut diadakan permainan rakyat, semisal panjat pinang, tarik tambang, dayung sampan dan permainan rakyat lainnya, termasuk penampilan band lokal untuk menghibur pengunjung.
Pantai Sisi pernah dinobatkan sebagai salah satu pantai alami yang terbaik di dunia (Best Undiscovered Beach) versi Majalah Islands, edisi September 2006, kata Ilyas Sabli singkat.
Tempat terpisah salah satu Anggota DPRD Natuna dari partai Amanat Nasional Komisi Dua membidangi Ekonomi Pembangunan Abil Hanafi, mengatakan kepada media ini , untuk mendukung pengembangan wisata Natuna tersebut perlu pengembangan sarana dan prasarana pendukung seperti listrik, transportasi, air dan sebagainya yang semuanya harus dibenahi.
Selain itu, perlunya perubahan paradigma masyarakat agar kemudian tidak terjadi benturan baik secara sosial dan agama dalam perjalanan pengembangan wisata tersebut.
Potensi wisata yang dimiliki Kabupaten Natuna dinilai dapat menunjang peningkatan ekonomi masyarakat. Hal ini mengingat banyaknya potensi pariwisata di Kabupaten Natuna yang memiliki nilai jual tinggi.
Akan tetapi nilai-nilai keagamaan pun jangan pernah ditinggalkan agar dapat menjadi filter bagi bagi pengaruh negatif modernisasi dan globalisasi. Rasa aman yang ditimbulkan dari situasi yang kondusif juga menjadi salah satu faktor pendukung maju dan berkembangannya dunia wisata di suatu daerah katanya.Ujarnya .
Potensi alam natuna sanggat kaya tapi saya masih minim akses serta fasilitas pendukung ,Ia berharap agar peerintahan pusat dapat melakukan stady kelayakan terhadap potensi alam natuna hingga terekspos dengan kemasan sederhana dan bernilai jual yang sanggat baik dimata wisata dunia.
Misalnya saja, keberadaan taman laut yang cukup indah disertai dengan pasir putih yang ada pada beberapa pulau tentu bisa dijadikan sebagai taman wisata. Selain itu, ada pantai Tanjung ,sisi serasan,Midai Pulau laut yang memiliki segudang potensi yang belum disentuh dan dikelola dengan profesional.
Tetapi semuanya itu masih membutuhkan investasi besar untuk mengembangkan potensi wisata yang ada. Mudah mudahan saja seiring dengan pengelolaan Migas Blok D Alpha maka potensi wisata juga ikut berkembang, harapnya.

Sindikat Pembobol Rumah di Bekuk

NATUNA - Kasus pembobolan rumah yang meresahkan warga Natuna belakangan ini, akhirnya berrhasil diungkap Satreskrim Polres Natuna. Empat pelaku yang diduga merupakan satu sindikat berhasil diamankan. Seorang tersangka yakni Dedek (24)seorang residivis dan seorang lagi pemuda kelahiran Tanjungbalai Karimun yakni Riyan (28).
"Dua sampai 3 hari mas terungkap, alhamdulilah. Kalau ini tak tertangkap, apa jadinya rumah-rumah di Natuna nih," ujar AKP Wiwit Ari Wibisono SH Sik, Kasat Reskrim Polres Natuna kepada Kamis (1/3) menanggapi keberhasilan jajarannya itu.

Lebih lanjut dikatakan Wiwit, Dedek (24), Riyan (28), Ibnu (23) dan Juling (29) dibekuk satuannya pasca laporan polisi Nomor 21/II/2012 tertanggal 26 Februari 2012 lalu dengan korban Kepala Dinas Perhubungan Natuna, Wan Siswandi, di Sepempang, Natuna.

Tersangka Dedek dan Riyan
ditangkap di kos Batu Hitam Ranai. Sedangkan dua tersangka lainnya yakni Ibnu dan Juling diamankan di jalan sekitar Batu Hitam dan di kos Air Lebah, Ranai.

Sebagai barang bukti, polisi mengamankan handphone Blackbery, Nokia, jam tangan, kamera digital, dan beberapa barang bukti lainnya yang menurut pengakuan para tersangka didapat dari lokasi yang berbeda dan korban tidak membuat laporan polisi.

Dari pengakuan tersangka, kata Wiwit, juga diketahui sebelum tertangkap para tersangka masih sempat beraksi di dua tempat lainnya dan saat ini dalam proses penyidikan.

"Para tersangka sebelum beraksi merencanakan terlebih dahulu aksinya dengan cara melakukan survei lokasi-lokasi yang akan menjadi target mereka," kata Wiwit.

Dalam melancarkan aksinya, para tersangka hanya bermodalkan obeng untuk membobol rumah korbannya. Biasanya, para tersangka masuk saat penghuni tertidur lelap.

"Di Sepempang (rumah Kadishub Natuna, red) itu misalnya, korban ada di rumah sedang tidur. Ketika pelaku mau ambil brangkas, alarm brankas berbunyi sehingga membuat korban terbangun. Melihat itu, para tersangka pun kabur," terang mantan Kapolsek Kundur dan Kapolsek Kawasan Pelabuhan Tanjungbalai Karimun itu.

Sementara korban lainnya diluar Sepempang, hingga kini dikatakan Wiwit belum membuat laporan, mungkin dikarenakan barang bukti yang tak terlalu besar. Tapi Wiwit akan memanggil korban-korban itu.

‎​"Kebanyakan barang bukti yang di Sepempang sudah dijual para tersangka tapi berhasil kami dapatkan kembali dengan menghubungi para pembeli seperti yang dituturkan tersangka. Kepada kami, pembeli mengaku tidak mengetahui kalau barang itu adalah hasil curian, tersangka juga tidak menceritakan asal barang. Jadi saat ini status mereka (pembeli, red) masih saksi," kata Wiwit.

‎ ​Keempat tersangka terancam hukuman penjara 9 tahun. Itu setelah penyidik menjerat keempatnya dengan pasal 363 KHU Pidana tentang pencurian dengan pemberatan (curat). (tribun news batam)