KUMPULAN MAKALAH EKONOMI SYARI'AH (STAI) NATUNA

Sabtu, 27 Oktober 2012

Natuna, Dari Biaya Hidup yang Tinggi Hingga Kota Modern di Atas Laut.

   Jika ada pertanyaan tentang sebuah pulau di Indonesia yang diapit oleh negara lain, jawabannya adalah Natuna. Posisi Kepulauan Natuna yang berada tepat ditengah-tengah antara Malaysia Barat dan Timur memang bisa membuat orang terkecoh dan mengira bahwa Natuna adalah bagian dari Malaysia jika melihatnya pada sebuah peta yang tidak memiliki petunjuk garis batas.
Natuna adalah salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Merupakan kabupaten yang jaraknya paling jauh dari ibukota Provinsi Kepri, Tanjungpinang. Bahkan dua kecamatannya yang tergabung dalam sebuah Pulau Serasan jaraknya justru lebih dekat ke Pontianak, Kalimantan Barat yaitu sekitar 8 jam perjalanan dengan menggunakan kapal laut, dibandingkan dengan induk kotanya sendiri, Tanjungpinang, yang berjarak sekitar dua hari dua malam dengan kapal laut.
Ibukota Natuna adalah Ranai. Yaitu sebuah kota yang masih terdapat dalam wilayah Kepulauan Natuna Besar yang dikenal dengan nama Bunguran. Di pulau terbesar di Natuna ini terdapat 6 wilayah kecamatan. Mulai dari Bunguran Timur, Barat, Selatan, Utara, Tengah, hingga Timur Laut. Kota Ranai posisinya tepat berada di pinggir laut. Dan tahukah anda bahwa laut tersebut merupakan laut lepas. Mengerikan memang. Tapi sebuah gunung yang berjarak cukup dekat dari laut, tidak lebih dari 5 kilometer, seakan meleburkan rasa takut terhadap laut lepas tersebut. Sungguh Maha Adil Allah SWT.
Posisi Natuna ibarat titik dalam sebuah lingkaran. Jaraknya cukup jauh dengan pulau-pulau besar yang berada di seberang. Seperti Malaysia di Timur dan Barat, Vietnam di bagian utara, dan Pulau Batam yang terdapat di bagian selatan. Namun transportasi di Natuna saat ini sudah cukup memudahkan bagi siapa saja yang hendak masuk atau keluar dari pulau yang memiliki 12 wilayah kecamatan ini.
Beberapa pesawat sudah mulai beroperasi di Natuna walau bandara yang digunakan masih meminjam milik TNI AU. Hampir setiap hari beberapa pesawat tampak keluar masuk menghiasi langit Natuna. Sementara untuk transportasi laut terdapat beberapa kapal besar yang mampir ke pulau ini. Seperti Kapal Bukit Raya milik Pelni, Sabuk Nusantara, dan Kapal Perintis. Kapal-kapal tersebut menyinggahi Natuna setiap seminggu sekali dengan jadwal yang berbeda antara satu sama lain.
Tahun 2012 ini, Natuna mulai mengoperasikan angkutan umum berjenis carry berwarna kuning yang beroperasi di Kota Ranai. Angkutan umum ini baru saja mulai beroperasi yaitu seminggu setelah lebaran tahun 1433 H. Sebelumnya di kota ini memang belum terdapat angkutan umum dalam kota. Hanya ada angkutan antar kecamatan berjarak jauh saja yang berbentuk minibus. Minibus ini hanya melayani bagi penumpang yang ingin ke Desa Batubi, Selat Lampa, dan Pengadah. Minibus yang disubsidi oleh pemerintah setempat tersebut masih beroperasi hingga saat ini. Tarifnya Rp.10.000 untuk semua tujuan.
Bagi pendatang atau wisatawan yang berkunjung ke Natuna memang lebih disarankan untuk menyewa sepeda motor dibandingkan dengan menaiki minibus. Tarif sewa motor yang cukup terjangkau, yaitu berkisar 50.000 s.d 70.000 per hari, memang terbilang cukup hemat karena bisa menentukan sendiri tempat yang akan dituju tanpa harus mengikuti aturan rute seperti menaiki minibus.
Banyak penginapan yang tersebar disetiap sudut Kota Ranai. Walau belum memiliki hotel berbintang, namun fasilitas yang tersedia sudah memenuhi standar sebuah penginapan. Sebagian besar penginapan disini merupakan bangunan kayu yang bertingkat dua. Jika dilihat dari luar, bentuk bangunan tersebut terkesan mungil. Standar tarif penginapan berkisar antara 50.000 hingga 200.000 per malamnya. Namun ada juga penginapan yang menyerupai rumah kos dengan fasilitas spring bed yang dipatok dengan harga 25.000 per malam.
Bagi yang ingin berjalan-jalan pada malam hari bisa memilih kedai kopi atau warung makan lainnya yang menjamur dimana-mana sebagai tempat berkumpul. Namun jika ingin mengunjungi suatu kafe sebaiknya bertanya dulu tentang keadaan kafe tersebut. Karena hampir sebagian besar kafe disini memiliki kesan negatif dimata masyarakat setempat. Bentuk kafe disini tidak seperti kafe pada umumnya. Lokasinya di lapangan terbuka beratapkan langit mirip oodcourt atau pujasera di Kota Batam.
Perjalanan ke Natuna akan terasa kurang lengkap jika belum berkunjung ke sebuah bangunan menarik yang menjadi landmark kota ini. Bangunan tersebut adalah Masjid Agung, yang memiliki kubah bercorak cukup unik yang didominasi warna hijau. Posisi masjid ini berada tepat dipinggir sebuah jalan raya. Namun untuk memasukinya harus menempuh jarak sekitar satu kilometer dari pintu gerbang hingga menuju masjid tersebut.
Bagi yang baru pertama kali mengunjungi Natuna ada baiknya untuk mempersiapkan uang lebih atau berhemat selama di Natuna. Biaya hidup yang cukup tinggi akan membuat berpikir dua kali untuk membelanjakan uang yang ada. Barang-barang disini lebih mahal dua kali lipat dibandingkan dengan Batam atau bahkan Jakarta. Sulitnya transportasi menjadi faktor tingginya harga kebutuhan pokok disini. Memang tidak semua barang memiliki harga dua kali lipat dari biasanya. Namun ada juga beberapa produk yang lebih mahal sekitar 50 persen dari harga normal. Jika anda penggemar durian dan ingin membelinya 3 buah, sediakan saja uang 100 ribu untuk memndapatkannya.
Natuna memiliki laut yang indah. Hampir semua laut yang mengelilingi pulau ini memiliki air laut yang jernih. Tetapi jika ingin melihat keelokan terumbu karang datang saja ke Pulau Tiga yang merupakan gugusan 3 pulau yang terdapat di seberang Selat Lampa. Selat Lampa masih merupakan satu wilayah daratan dengan Ranai. Tetapi untuk menuju ke Selat Lampa dari Ranai membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam perjalanan menggunakan mobil.
Jika telah puas mengelilingi wilayah di Pulau Natuna Besar, tidak ada salahnya untuk sedikit menyebrangi laut menuju Pulau Sedanau. Pulau ini merupakan pulau paling maju di Natuna. Merupakan ibukota dari Kecamatan Bunguran Barat. Untuk menuju ke pulau ini harus melalui Desa Binjai yang dapat ditempuh sekitar 30 menit menggunakan feri dengan tarif 36.000 sekali jalan. Desa Binjai masih terhubung daratan dengan Ranai. Jarak dari Ranai ke Desa Binjai dapat ditempuh sekitar 45 menit menggunakan mobil.
Berkunjung ke Pulau Sedanau seperti merasakan sensasi sebuah kota modern di atas laut. Walau sebagian besar wilayahnya beralaskan laut namun jalanan disini sudah dilapisi aspal sehingga tidak sedikit kendaraan roda dua yang berlalu lalang diatasnya. Perumahan di pulau ini walau menggunakan bahan kayu namun tertata rapi dan memiliki beragam warna di setiap rumahnya. Kerukunan beragama di pulau ini terlihat dari bangunan tempat ibadah seperti Masjid, Gereja, dan Vihara yang jaraknya berdekatan. Tempat-tempat ibadah tersebut memiliki arsitektur yang cukup unik dan menarik. Sungguh kreatif warga di pulau ini.
Jika ingin mencicipi makanan khas Natuna yaitu Kernas dan Lempa tidak begitu sulit untuk menemukannya. Makanan ini lebih banyak dijual di lokasi dekat pantai. Kernas adalah semacam gorengan namun berwana hitam yang terbuat dari ikan tongkol. Untuk memakannya akan lebih nikmat jika dicocol dengan sambal yang sudah disediakan satu paket pada saat  membelinya. Sedangkan Lempa adalah makanan yang terbuat dari beras pulut. Rasanya hampir tidak jauh berbeda dengan Lemper. Namun isinya merupakan olahan dari ikan tongkol.

1 komentar:

  1. Mohon izinkan saya Anto ikut membantu teman-teman guru yang ada di Pulau terpencil. Saya merantau dari Lampung kini tinggal di Batam. Saya hanya memiliki modal kurang dari 1 juta rupiah cukupkah untuk perjalanan ke Pulau terpencil untuk membantu Bapak/Ibu Guru disana? Ini alamat email saya whinni.saptianto@gmail.com, mohon diinfokan alamat/ No. HP Bapak/Ibu Guru di Pulau terpencil. Insya Alloh saya tidak akan memberatkan Bapak/Ibu Guru disana, karena saya bisa bertahan hidup ala kadarnya. Saya hanya ingin mengabdi di sisa umur saya ini. Terima kasih.

    Mohon di Respon oleh pihak terkait yang bisa membantu saya, termauk anda ya Admin.

    BalasHapus