KUMPULAN MAKALAH EKONOMI SYARI'AH (STAI) NATUNA

Selasa, 13 November 2012

Binatang Khas Natuna yaitu Kekah (presbytis natunae)

    Kekah adalah hewan primata langka yang hanya ada di daerah Kabupaten Natuna yakni pulau Bunguran Besar. Nama latin primata ini adalah Presbytis Natunae. Kekah tersebar dalam beberapa tipe habitat dan ketinggian (gunung tertinggi adalah Gunung Ranai 1.035 m dpl). Habitat yang dihuni Kekah Natuna antara lain, hutan primer pegunungan, hutan sekunder, kebun karet tua, daerah riparian, dan juga ditemui beririsan dengan hutan mangrove dan kebun campuran.







    Kekah Natuna ( presbytis natunae ), merupakan fauna yang mengalami ancaman paling besar dan serius. Salah satu ancaman terbesarnya adalah kehilangan habitat akibat konversi lahan dan perburuan. Selain itu, jenis primata endemik ini sangat dikenal oleh masyarakat Natuna, karena memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Kekah Natuna dijual dengan harga antara Rp. 300.000,- hingga Rp. 800.000,- per ekor. Kekah yang masih muda memiliki nilai jual lebih tinggi, begitu juga kekah dewasa yang sudah terlatih atau jinak.

   Banyaknya orang yang ingin memelihara Kekah Natuna ini, karena secara morfologi bentuknya sangat lucu dan unik, tubuhnya di baluti oleh bulu-bulu berwarna hitam tebal dan di selingi warna putih dengan ciri khas wajah seperti memakai kacamata. Selain itu hewan ini juga mudah jinak, dan dianggap memiliki nilai prestisius bila memeliharanya. Beberapa orang yang memelihara kekah mengaku sangat mudah merawatnya, karena kekah mau diberi makan apa saja, seperti makanan yang biasa dimakan manusia (nasi, roti, susu, pisang, dan sayur-sayuran). Tentu saja banyak kasus kekah yang mati dalam pemeliharaan akibat konsumsi pakan yang tidak sesuai.

   Selain itu primata ini di anggap menjadi musuh petani karena hewan sejenis kera ini suka memakan buah-buahan, dedaunan, dan umbi-umbian. Dengan banyaknya penebangan hutan dan di bukanya perkebunaan karet hewan ini semakin terancam habitatnya Karena ketiadaan kawasan konservasi di Kepulauan Natuna. Oleh karena itu, aksi perlindungan terhadap Kekah Natuna sangat mendesak untuk segera dilakukan. Bila tidak, dalam waktu dekat Kekah Natuna akan mengalami kepunahan, dan bumi ini akan kehilangan salah satu jenis primata endemiknya di Indonesia. 

Presbytis Natunae (Kekah)

  Tentang
Nama Ilmiah: Presbytis natunae
Spesies Authority: (Thomas & Hartet, 1894)
Nama umum / s: English - Pulau Natuna surili, Natuna Leaf Monyet

  Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Order: Primata
Keluarga: CERCOPITHECIDAE
populasi
Grup rata-rata 3,5 ± 2,0 individu dan SD terjadi pada kepadatan 2,3 ± SD 1,1 groups/km2. Ekstrapolasi dari kepadatan memperkirakan ke seluruh pulau menunjukkan bahwa <10.000 individu tetap dalam dua sub-populasi (Lammertink et al. 2003).

  Populasi Trend: Menurun
Conservation Actions
Spesies ini terdaftar di CITES Appendix II, tetapi tidak dilindungi oleh hukum nasional. Lammertink et al. (2003) merekomendasikan, untuk konservasi spesies, pelaksanaannya oleh pemerintah Kabupaten Natuna dari dua kawasan konservasi yang ketat di pulau itu, dan mempertahankan wilayah yang lebih luas dari hutan alam secara lestari digunakan sekitar Gunung Bedung.

Jumat, 09 November 2012

Natuna Adalah Mutiara diujung Utara

    Jika dipandang dari berbagai sisi, Kabupaten Natuna memiliki berbagai potensi sehingga patut dijuluki sebagai Mutiara diujung Utara. beberapa faktor pendukungnya adalah sebagai berikut :

 Pertama, Natuna sebagai Mutiara Perbatasan. Sebutan Natuna sebagai kota perbatasan tidak bisa dinafiskan karena letak geografisnya yang berada pada posisi perbatasan Indonesia Bagian Barat. Letak Kabupaten Natuna secara geografism sangat strategis,karena berada diantara jalur perdagangan internasional.Kabupaten Natuna merupakan wilayah yang perbatasan langsung dengan beberapa negara tetangga :

  Sebelah Utara : Vietnam dan Kamboja
  Sebelah Timur : Malaysia Timur & Kalimantan Barat
  Sebelah Selatan : Kabupaten Kepulauan Anambas
  Sebelah Barat : Semenanjung Malaysia

 Kondisi geografis diatas, menjadikan kekuatan dan peluang terhadap pengembangan berbagai sektor seperti pengembangan berbagai industri perikanan, kelautan, transit, dan berbagai macam investasi usaha dan jasa lainnya.

   Kedua, Natuna Sebagai Mutia Energi. Predikat tersebut diberikan kepada Natuna dengan mengacu pada potensi Sumber Daya Alam Natuna yang memiliki sumber energi dan cadangan LNG terbesar di dunia. Kekayaan Sumber Daya Alam ini membuat Natuna telah dikenal sejak lama khususnya bagi dunia industri Perminyakan. Pengembangan & eksplorasinya akan memberikan dampak pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat di Kabupaten Natuna terutama apabila pembangunan kilang-kilang di tempatkan di pulau Natuna.

 Ketiga, Natuna sebagai Mutiara Pariwisata. Meski belum dikenal luas layaknya Bali, Yogyakarta, dan Lagoi di Bintan Kepulauan Riau, namun dilihat dari potensinya, struktur wilayah Kabupaten Natuna yang terdiri dari 97% lautan dan hanya 3% daratan dan berada dilaut cina selatan telah membentuk Natuna menjadi daerah yang terdiri dari pulau-pulau kecil yang dihiasi dengan pantai-pantai yang putih dan batu-batuan granit raksasa dipantai dan daratannya. Dari sisi kelautan, Natuna juga memiliki potensi wisata bahari yang cukup menarik dengan keindahan alam bawah laut ,terumbu karan dan berbagai jenis ikan, dan hingga saat ini Natuna sering pula dikunjungi oleh penggemar wisata pancing yang sengaja datang untuk memancing di perairan Natuna.

 keempat, Natuna Sebagai Mutiara Budaya. Disamping potensi Wisata, Natuna juga memiliki kekayaan dan keragaman budaya baik dari kesenian, sejarah maupun cagar budaya. Sejak Abad ke-17 pulau Natuna terkenal diseluruh Nusantara maupun China dan negara-negara lainnya. Pada masa Kerajaan Sriwijaya, Natuna menjadi tempat berteduh dari amukan Badai Laut Cina Selatan yang ganas. Kepulauan Natuna pada masa itu menjadi tempat berteduh sekaligus sebagai tempat untuk mengisi air bersih dan perbekalan lainnya guna meneruskan pelayaran. Pelayaran yang melewati Kepulaun Natuna, pada masa itu dilakukan karena aktivitas perdagangan dengan Cina, Siam, dan Campa. Kondisi ini telah menjadikan Natuna sebagai daerah yang kaya akan peninggalan nilai-nilai sejarah, barang-barang antik dan kuno yang ada di daratan maupun di bawah laut. Kehidupan masyarakat Natuna juga dihiasi dengan beragam kesenian yang telah terbentuk sesuai dengan perjalanan masa dan bertahan hingga saat ini. Sebagai daerah transit, pada zaman dahulu, pola dan bentuk kesenian yang ada di Natuna telah membaur memiliki warna yang beragam seperti percampuran kebudayaan Cina, Siam Melayu dan Arab seperti Mendu, berdah, zapin, ayam sudur, hadrah dan berbagai kesenian lainnya.

    SUMBER : Buku Kebudayaan Cagar Budaya KAB.Natuna , diterbitan oleh Dinas Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Natuna.

 "Semoga Bermanfaat"

Senin, 05 November 2012

Cerita Rakyat Dari Sumatra Barat : Malin Kundang Anak Durhaka

      Malin Kundang Anak Durhaka.

    Dahulu kala di Padang Sumatera Barat tepatnya di Perkampungan Pantai Air Manis ada seorang janda bernama Mande Rubayah. Ia mempunyai seorang anak laki-laki bernama Malin Kundang. Malin sangat disayang oleh ibunya, karena sejak kecil Malin Kundang sudah ditinggal mati oleh ayahnya.


     Malin dan ibunya tinggal di perkampungan nelayan. Ibunya sudah tua ia hanya bekerja sebagai penjual kue. Pada suatu hari Malin jatuh sakit. Tubuhnya mendadak panas sekali. Mande Rubayah tentu saja sangat bingung. Tidak pernah Malin jatuh sakit seperti ini. Mande Rubayah berusaha sekuatnya unuk mengabobati Malin dengan mendatangkan tabib.
    Nyawa Malin yang hampir melayang itu akhirnya dapat diselamatkan berkat usaha keras ibunya. Setelah sembuh dari sakitnya ia makin disayang. Demikianlah Mande Rubayah sangat menyayangi anaknya. Sebaliknya Malin juga amat sayang kepada ibunya.
Ketika sudah dewasa, Malin berpamitan kepada ibunya untuk pergi merantau. Pada saat itu memang ada kapal besar yang merapat di Pantai Air Manis.
   “Bu, ini kesempatan yang baik bagi saya,” kata Malin. “Belum tentu setahun sekali ada kapal besar merapat di pantai ini. Saya berjanji akan merubah nasib kita sehingga kita akan menjadi kaya raya.”
Meski dengan berat hati akhirnya Mande Rubayah mengijinkan anaknya pergi. Malin dibekali dengan nasi berbungkus daun pisang sebanyak tujuh bungkus.
   
      Hari-hari berlalu terasa lambat bagi Mande Rubayah. Setiap pagi dan sore Mande Rubayah memandang ke laut. Ia bertanya-tanya dalam hati, sampai di manakah anaknya kini? Jika ada ombak dan badai besar menghempas ke pantai, dadanya berdebar-debar. Ia mengadahkan kedua tangannya ke atas sembari berdo’a agar anaknya selamat dalam pelayaran. Jika ada kapal yang datang merapat ia selalu menanyakan kabar tentang anaknya. Tetapi semua awak kapal atau nahkoda tidak pernah memberikan jawaban yang memuaskan. Malin tidak pernah menitipkan barang atau pesan apapun kepada ibunya.
Itulah yang dilakukan Mande Rubayah setiap hari selama bertahun-tahun. Tubuhnya semakin tua dimakan usia. Jika berjalan ia mulai terbungkuk-bungkuk.
Pada suatu hari Mande Rubayah mendapat kabar dari nakhoda yang dulu membawa Malin bahwa sekarang malin telah menikah dengan seorang gadis cantik putri seorang bangsawan kaya raya. Ia turut gembira mendengar kabar itu. Ia selalu berdo’a agar anaknya selamat dan segera kembali menjenguknya.
“Ibu sudah tua Malin, kapan kau pulang...” rintih MANDE RUBAYAH tiap malam.
   Namun hingga berbulan – bulan semenjak ia menerima kabar malin belum juga datang menengoknya. Namun ia yakin bahwa pada suatu saat Malin pasti akan kembali.
Harapannya terkabul. 
     Pada suatu hari yang cerah dari kejauhan tampak sebuah kapal yang indah berlayar menuju pantai. Kapal itu megah dan bertingkat – tingkat. Orang kampung mengira kapal itu milik seorang sultan atau seorang pangeran. Mereka menyambutnya dengan gembira.
  
    Ketika kapal itu mulai merapat, tampak sepasang muda mudi berdiri di anjungan. Pakaian mereka berkilauan terkena sinar matahari. Wajah mereka cerah dihiasi senyum. Mereka nampak bahagia karena disambut dengan meriah.
Mande Rubayah ikut berdesakan melihat dan mendekati kapal. Jantungnya berdebar keras. Dia sangat yakin sekali bahwa lelaki muda itu adalah anak kesayangannya si Malin Kundang.
Belum lagi tetua desa sempat menyambut, Ibu Malin terlebih dahulu menghampiri Malin. Ia langsung memeluk malin erat – erat. Seolah takut kehilangan anaknya lagi.
“Malin, anakku,” katanya menahan isak tangis karena gembira.
“Mengapa begitu lamanya kau tidak memberi kabar?”
Malin terpana karena dipeluk wanita tua renta yang berpakaian compang – camping itu. Ia tak percaya bahwa wanita itu adalah ibunya. Seingat Malin, ibunya adalah seorang wanita berbadan tegar yang kuat menggendongnya kemana saja. Sebelum dia sempat berpikir dengan tenang, istrinya yang cantik itu meludah sambil berkata, “Cuih! Wanita buruk inikah ibumu? Mengapa kau membohongi aku?”
lalu dia meludah lagi. “Bukankah dulu kau katakan ibumu adalah seorang bangsawan sederajad dengan kami?”
    
   Mendengar kata – kata istrinya, Malin Kundang mendorong wanita itu hingga terguling ke pasir. Mande Rubayah hampir tidak percaya pada perikau anaknya, ia jatuh terduduk sambil berkata, “Malin, Malin, anakku. Aku ini ibumu, nak!”
Malin Kundang tidak menghiraukan perkataan ibunya. Pikirannya kacau karena ucapan istrinya. Seandainya wanita itu benar ibunya, dia tidak akan mengakuinya. Ia malu kepada istrinya. Melihat wanita itu beringsut hendak memeluk kakinya, Malin menendangnya sambil berkata, “Hai, perempuan tua! Ibuku tidak seperti engkau! Melarat dan dekil!”
    Wanita tua itu terkapar di pasir. Orang banyak terpana dan kemudian pulang ke rumah masing-masing. Tak disangka Malin yang dulu disayangi tega berbuat demikian. Mande Rubayah pingsan dan terbaring sendiri. Ketika ia sadar, Pantai Air Manis sudah sepi. Dilaut dilihatnya kapal Malin semakin menjauh. Hatinya perih seperti ditusuk-tusuk. Tangannya ditadahkannya ke langit. 
    Ia kemudian berseru dengan hatinya yang pilu, “Ya, Allah Yang Maha Kuasa, kalau dia bukan anakku, aku maafkan perbuatannya tadi. Tapi kalau memang dia benar anakku, Malin Kundang, aku mohon keadilan-Mu, Ya Tuhan ...!”
Tidak lama kemudian cuaca di tengah laut yang tadinya cerah, mendadak berubah menjadi gelap. Hujan tiba-tiba turun dengan teramat lebatnya. Entah bagaimana awalnya tiba-tiba datanglah badai besar. Menghantam kapal malin kundang. Disusul sambaran petir yang menggelegar. Seketika kapal itu hancur berkeping-keping. Kemudian terhempas ombak hingga ke pantai.
     
      Ketika matahari pagi memancarkan sinarnya, badai telah reda. Di kaki bukit terlihat kepingan kapal yang telah menjadi batu. Itulah kapal Malin Kundang. Tak jauh dari tempat itu nampak sebongkah batu yang menyerupai tubuh manusia. Konon itulah tubuh Malin Kundang anak durhaka yang kena kutuk ibunya menjadi batu. Disela-sela batu itu berenang-renang ikan teri, ikan belanak dan ikan tengiri. Konon, ikan itu berasal dari serpihan tubuh sang istri yang terus mencari Malin Kundang.
    
    Demikianlah sampai sekarang jika ada ombak besar menghantam batu-batu yang mirip kapal dan manusia itu, terdengar bunyi seperti lolongan jeritan manusia. Sungguh memilukan kedengarannya. Kadang-kadang bunyinya seperti orang meratap menyesali diri. “Ampuuuun, Bu ... ! Ampuuuun... Buuuuu ... !” konon itulah suara si Malin Kundang.
   Pesan Singkat => Orang yang durhaka kepada orang tuanya terutama kepada ibunya, orang tersebut tidak akan bisa masuk surga kecuali setelah mendapat pengampunan dari ibunya.

Jumat, 02 November 2012

MY PROFIL AND MY JOB

Sejak Saya Kerja di Maskapai Penerbangan LION AIR & WINGS AIR Indonesia.

My Self_shiro.jpg
Me and Capten lion Air,
Me

My Frends in Batam Lion ( izzy, yunus, yuki, -, reza}
Pramugari Lion yang sering Aku temui.
Group Pilot & Pramugari Wings Air
Me, Nita ,Richy,& pak Yoyo
Richy, Nita, Maybe
Rony dan PILOT BULE
 

Chief Robby Mes
  Thanks __--------------------------------------------------------------------------------------